1) Masalah ganti rugi ini sebetulnya tunduk pada hukum perdata, oleh
karenanya peradilan yang berwenang untuk memeriksa gugatan ganti rugi
adalah peradilan perdata dan Hakim Perdata. Sedangkan Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1997 mengatur masalah-masalah yang berhubungan
dengan masalah pidana. Dengan Pasal 183Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1997 yang menggabungkan perkara gugatan ganti rugi pada
perkara pidananya dalam waktu yang bersamaan, maka apa yang ada di
dunia perdata dan pidana bisa dipertemukan yang semula tidak tunduk
pada Unddang-Undang Nomor 31 Tahun 1997, dengan Pasal 183UndangUndang
Nomor 31 Tahun 1997 menjadi diatur oleh Hukum Acara Pidana
Militer. Penggabungan ini terjadi atas permintaan orang yang merasa
dirugikan. Secara rinci untuk adanya penggabungan perkara diperlukan
tiga syarat, yaitu: Pertama, adanya perbuatan terdakwa terbatas hanya
yang menjadi dasar dakwaan. Kedua, timbulnya kerugian akibat perbuatan
tersebut.Ketiga, adanya permintaan dari orang yang merasa dirugikan
kepada Hakim. Mengenai prosedur penggabungan ini Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1997 melaksanakan dua proses pemeriksaan sekaligus.
Yang pertama proses pidana, kemudian dilanjutkan dengan proses perdata
untuk pemeriksaan ganti ruginya.
2) Cara Menuntut Ganti Rugi dapat dilakukan melalui Penggabungan
gugatan ganti rugi dalam perkara Pidana, melalui perbuatan melawan
hukum dan melalui permohonan Restitusi.