Bahwa JPU/Oditur Militer memiliki kewenangan dalam membuat surat
dakwaan dan dakwaan tersebut menjadi dasar dalam pemeriksaan persidangan.
Hakim dalam memeriksa suatu perkara harus selalu berpedoman dalam
dakwaan.
Bahwa seringkali JPU/Oditur Militer membuat dakwaan tunggal pasal 111
atau 112, padahal fakta persidangan berkata lain (seharusnya pasal 127).
Dalam hal ini akan timbul ketidakadilan, dimana Terdakwa yang semestinya
sebagai pemakai, tetapi baginya diterapkan pasal 111 atau 112 yang dari sisi
ancaman hukuman lebih berat, apalagi dalam pasal tersebut mengatur
mengenai minimum pidana khusus. Dari sisi kepastian hukum pasal 111 atau
112 yang dalam formulasi rumusan unsurnya menggunakan kata “memiliki,
menyimpan, menguasai” bagi seorang pelaku, akan dengan mudah terpenuhi.
Seorang yang menyalahgunakan narkotika/pemakai rata-rata “pasti” akan
memenuhi unsur memiliki, menyimpan, menguasai” apabila ditemukan barang
bukti narkotika pada dirinya. Sesuai SEMA Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun
2010 apabila kedapatan saat tertangkap tangan ditemukan pemakaian untuk
satu hari dalam relatif kecil, maka dapat dianggap sebagai penyalahguna yang
pada dasarnya merupakan korban dari penyalahgunaan narkotika itu sendiri,
bahkan dan dapat memperoleh rehabilitasi medis maupun sosial. Disini akan
terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan itu sendiri, karena
sudah pasti rumusan pasal tersebut akan terpenuhi yang apabila diterapkan
ancaman minimalnya lebih berat dan ini tentu saja menciderai keadilan sebagai
tujuan hukum sendiri. Sekarang kita dihadapkan pada satu pilihan, apakah
berada di jalur yang aman dengan menjatuhkan pidana sesuai ketentuan pasal
111 atau 112, atau justru menyimpangi ketentuan stafmaat minimal khususnya.
Kita harus memilih antara kepastian hukum atau keadilan itu sendiri. Siapa yang
memutuskan tentu saja Hakim itu sendiri !
Harifin Andi Tumpa (Ketua Mahkamah Agung periode 2009 s.d 2012)
mengatakan hakim bisa menjatuhkan hukuman kepada terdakwa di bawah
batas minimal yang telah ditentukan dalam undang-undang.Langkah itu
dilakukan untuk memenuhi rasa keadilan masyarakat.”Apa yang ditentukan
undang-undang wajib dilaksanakan. Tapi tentu hakim itu bukan hanya corong dari undang-undang melainkan dia juga harus mempertimbangkan rasa keadilan di masyarakat”.